Oleh: Azhari Ardinal (Direktur Eksekutif PT Trust Indonesia)

HERALD.ID – Hari ini Israel kembali membombardir Gaza Palestina setelah perjanjian gencatan senjata Israel Palestina yang pada akhirnya dikhianati oleh IDF. Gerakan boikot produk Israel yang terus bergulir negara di seluruh dunia termasuk Indonesia, memasuki babak barunya.

Pernyataan banyak ahli ekonomi yang menilai boikot ini hanya bersifat sementara dan tidak akan berpengaruh signifikan terhadap dominasi multinasional company yang dikuasai zionisme internasional ternyata terpatahkan hari ini.

Bahkan di Malaysia, masyarakatnya dikabarkan mulai membangun Gerakan BDS atau Boycott, Divestment, Sanctions secara terbuka. Masyarakat Malaysia ramai-ramai menggaungkan dorongan untuk memboikot terhadap sejumlah perusahaan dan produk yang terafiliasi dengan Israel dan hal tersebut jelas merupakan pernyataan negara terhadap dukungan Palestina merdeka.

Sementara di Indonesia, bahkan setelah MUI mengeluarkan fatwa penolakan terhadap produk palestina, Gerakan yang disambut oleh komunitas gerbang Pronas baru menyuarakan Gerakan boikot dan justru terkesan tidak didukung oleh negara.

Memahami definisi gerakan BDS internasional

Keberhasilan gerakan boikot sangat tergantung pada dukungan yang luas dari masyarakat tidak saja dari kelompok atau organisasi masyarakat, namun justru harus didukung oleh pemerintah. Faktor-faktor seperti visibilitas, koordinasi, dan ketekunan dalam melibatkan dukungan masyarakat dapat memengaruhi hasil dari gerakan boikot tersebut. Tidak saja boikot, namun lebih terintegrasi menjadi Gerakan BDS agar tujuan untuk menekan Israel dan penyokongnya kekuatan ekonomi multilateral zionisme internasional bisa sampai kepada tujuannya.

Maka perlu bagi Indonesia untuk memulai membangun pendekatan multilateral dalam menanggapi konflik regional atau global dapat mendapatkan dukungan internasional. Mengingat di ASEAN saja yang tidak bekerjasama dengan Israel itu hanya 3 negara, Indonesia, malaysia dan Brunei Darussalam. Sehingga tidak cukup hanya dengan rasa empati, walau diakui Menlu Retno sudah semaksimal mungkin bersuara lantang dalam setiap momentum pembahasan di forum Internasional.

Pendekatan multilateral ekonomi yang sudah dilakukan dibeberapa negara seluruh dunia khususnya di Malaysia meliputi aktifitas ajakan untuk memboikot total perusahaan-perusahaan yang terlibat dalam pelanggaran HAM yang dilakukan Israel seperti Siemens, PUMA, Carrefour, AXA, Hewlett Packard Inc (HP Inc), SodaStream, Ahava, dan RE/MAX. Siemens merupakan perusahaan kontraktor utama untuk Euro-Asia Interconnector, kabel listrik bawah laut Israel-Uni Eropa. Koneksi ini direncanakan menghubungkan permukiman ilegal warga Israel di wilayah Palestina, ke Eropa. Sementara PUMA diketahui mensponsori Asosiasi Sepak Bola Israel.

Kedua, target divestasi. Gerakan BDS menekan pemerintah, lembaga, dan dana investasi untuk melakukan divestasi atau menarik investasi dari perusahaan, terutama produsen senjata, bank, dan lainnya. Beberapa perusahaan yang ditarget antara lain Elbit Systems, HD Hyundai, Volvo, Barclays, CAF, Chevron, HikVision, dan TKH Security. Elbit Systems adalah perusahaan senjata terbesar di Israel. Perusahaan ini disebut “menguji coba” produk senjatanya kepada warga Palestina, termasuk dalam agresi brutal yang berlangsung di Gaza sekarang. Sementara mesin dari HD Hyundai dan Volvo telah digunakan oleh Israel dalam perang.

Ketiga, target tekanan non-boikot. Gerakan BDS secara aktif menyerukan kampanye tekanan lain selain boikot terhadap perusahaan atau produk tertentu karena keterlibatan mereka dengan Israel. Beberapa perusahaan sasaran BDS ini di antaranya Google, Amazon, Airbnb, Booking.com, Expedia, dan Disney. Google dan Amazon disebut meneken kontrak senilai USD1,22 miliar untuk menyediakan teknologi cloud kepada pemerintah dan militer Israel, yang secara tak langsung membantu Israel mengebom rumah penduduk di Gaza.

Dan yang terkahir yang jauh lebih ringan adalah boikot organik akar rumput. Didalam gerakan BDS ini tidak menyasar perusahaan-perusahaan ini untuk diboikot. Melainkan dengan memberikan donasi dalam bentuk barang dan jasa kepada militer Israel. Beberapa perusahaan itu termasuk McDonald’s, Burger King, Papa John’s, Pizza Hut, dan WIX. Seringan apapun gerakannya apabila terus berlanjut dengan keterlibatan negara maka jelas akan menggoncangkan kekuatan jaringan multinasional dan korporasi global yang memainkan peran penting dalam ekonomi global yang saat ini berdiri bersama Israel.

Memahami Dukungan Multinasional Ekonomi Dunia kepada Israel

Berawal dari Keluarga Rothschild di abad ke-18, ketika Mayer Amschel Rothschild mendirikan bank perbankan di Frankfurt, Jerman, pada tahun 1760-an. Lima putra Mayer Amschel Rothschild mendirikan cabang bank di kota-kota keuangan utama di Eropa, yaitu London, Paris, Frankfurt, Wina, dan Napoli. Keberhasilan Rothschild membangun gurita bisnis perbankan internasional inilah yang menjadikan kelompok yahudi mulai menggenggam semua negara didunia lewat layanan keuangan untuk pemerintahan. Jaringan perbankan global memungkinkan mereka mengelola keuangan negara-negara Eropa dan berpartisipasi dalam pembiayaan proyek-proyek besar, seperti pembangunan rel kereta api dan infrastruktur lainnya.

Dari skema inilah mengapa Zionisme Internasional memiliki pengaruh besar di pasar keuangan dan bursa saham Eropa pada abad ke-19 yang pada akhirnya menggenggam Amerika Serikat untuk kemudian meningkatkan ketergantungan antara negara-negara di seluruh dunia. Perdagangan internasional, investasi asing, dan hubungan keuangan semakin melibatkan jaringan transnasional. Lembaga keuangan internasional seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memainkan peran dalam memberikan bantuan keuangan dan nasihat ekonomi kepada negara-negara di seluruh dunia.

Memahami Kondisi Politik Indonesia Terhadap Isu DBS Internasional

Pertama, boleh jadi isu ini sangat memukul sejumlah perusahaan/ pengusaha yang selama ini berjualan produk terafiliasi Israel. Sehingga siapapun Capres/ Cawapres yang mengambil isu tersebut potensial akan berhadap-hadapan dengan sejumlah produk besar. Yang kedua, secara politis, isu ini belum dikapitalisasi oleh komunitas pemilih muslim menjadi isu politis. Padahal dengan merujuk jumlah pemilih muslim yang menjadi mayoritas pemilih, semestinya isu boikot produk israel ini bisa dioptimalkan menjadi isu politis.Karena itu, bagi sebagian Capres/ Cawapres isu ini justru mengundang resiko ketimbang membangun optimalisasi ceruk suara. Menghindarinya, menjadi pilihan realistis bagi sejumlah capres/cawapres. Walau disisi lain, Isu aksi boikot produk Israel sangat penting bagi pemilih muslim Indonesia karena mereka menaruh perhatian yang sangat besar atas perjuangan bangsa Palestina. Mengingat hal ini tidak lagi menjadi isu agama, namun isu kemanusiaan maka mayoritas masyarakat Indonesia diduga akan sangat menginginkan calon Presiden dan Wakil Presiden yang benar-benar ingin memperjuangkan kemerdekaan Palestina atas Israel. (*/asw)

× Contact Us